Kabut tipis menyelimuti perumahan yang terletak di ambang
pesantren Al-Ihsan, tempat di mana derap langkah para guru dan santri berpadu
dalam kesederhanaan kehidupan. Fajar mulai merangkak dengan lembut, seolah-olah
melukiskan bait-bait syair keindahan alam di kanvas langit yang masih bergelut
dengan kegelapan malam. Di ufuk timur, sesosok sinar tipis perlahan menembus
celah-celah awan, menandakan bahwa hari baru telah tiba.
Di ujung sebuah jalan kecil, di mana riak kehidupan
perumahan terpaut erat dengan semangat keilmuan dan ketakwaan, berdiri sebuah
musholla yang masih dalam proses pengerjaan. Dinding-dindingnya yang kokoh
menyimpan harapan, untuk bisa digunakan hanya menyisakan perkerjaan kecil meskipun
masih jauh dari layaknya masjid atau musholla, harapan dan semangat untuk
segera menggunakannya demi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta terus mengalir
di hati setiap penghuni.
Di tengah keriuhan pagi yang syahdu itu, terdengar suara
tarhim yang lembut namun penuh makna, mengiringi rintik-rintik gerimis yang
menari di atas aspal. Suara tersebut bukan sekadar seruan ritual, melainkan
panggilan jiwa untuk menyambut rahmat Allah sebelum hari berlalu. Di antara
suara-suara itu, terdengar pula seruan kecil dari hati anak-anak yang telah
terlatih sejak dini untuk mengutamakan ibadah.
Di salah satu sudut perumahan, Alif, murid kelas 4,
sedang sibuk menyiapkan diri. Ia tampak bersemangat meski udara masih dingin
menusuk. Dari dalam rumah,