"Biarkan unta ini berjalan, karena ia diperintahkan (oleh Allah)."
Unta Rasulullah ﷺ, yang bernama Al-Qashwa, terus berjalan hingga tiba di sebuah lahan kosong yang digunakan sebagai tempat menjemur kurma. Lahan itu milik dua anak yatim dari Bani Najjar, yaitu Sahal dan Suhail. Rasulullah ﷺ kemudian membeli tanah tersebut dengan harga yang adil, meskipun keluarga mereka sebenarnya ingin menyerahkannya sebagai hadiah.
Di tempat inilah kemudian dibangun Masjid Nabawi. Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah, hal pertama yang beliau bangun bukanlah istana atau benteng pertahanan, tetapi Masjid. Hal ini menunjukkan bahwa masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat peradaban yang menjadi dasar bagi terbentuknya masyarakat Islam yang beradab, berilmu, dan berdaya. Rasulullah ﷺ memahami bahwa dalam membangun sebuah masyarakat, hubungan manusia dengan Allah harus diperkuat terlebih dahulu. Oleh karena itu, masjid dijadikan sebagai pusat aktivitas umat Islam, baik dalam bidang spiritual, sosial, maupun pemerintahan.
Salah satu peran utama masjid adalah merupakan simbol semangat persatuan antara kaum Muhajirin, yang datang dari Makkah, dan kaum Anshar,
yang merupakan penduduk asli Madinah. Dengan seringnya mereka bertemu di masjid, terbentuklah ukhuwah Islamiyah yang kuat, menghapus perbedaan suku dan status sosial. Masjid juga menjadi pusat ibadah di mana umat Islam menunaikan shalat berjamaah, berdzikir, serta memperdalam pemahaman agama. Dari masjid, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa hubungan manusia dengan Allah harus menjadi dasar dalam kehidupan, sehingga setiap tindakan yang dilakukan bernilai ibadah.Lebih dari sekadar tempat ibadah, masjid juga menjadi lembaga pendidikan pertama dalam Islam. Rasulullah ﷺ mendidik para sahabat di sana, mengajarkan Al-Qur’an, hukum-hukum Islam, serta strategi dakwah dan kepemimpinan. Bahkan, di salah satu bagian Masjid Nabawi, terdapat Ash-Shuffah, yakni tempat khusus bagi para sahabat miskin yang mengabdikan diri untuk menuntut ilmu langsung dari Rasulullah ﷺ. Dengan demikian, masjid menjadi pusat pembelajaran yang melahirkan generasi Muslim yang berakhlak dan berpengetahuan luas.
Selain sebagai pusat ibadah dan pendidikan, masjid juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sosial. Rasulullah ﷺ menggunakan masjid untuk bermusyawarah dengan para sahabat, memutuskan perkara umat, serta menerima tamu dari berbagai kabilah dan delegasi asing. Bahkan, strategi pertahanan dan peperangan juga sering dirancang di dalam masjid, menjadikannya pusat pengambilan keputusan yang sangat strategis. Masjid juga menjadi pusat ekonomi umat Islam, di mana zakat dan sedekah dikumpulkan serta disalurkan kepada yang berhak, sehingga kesejahteraan sosial dapat terwujud.
Kita menemukan relevansi Masjid sebagai pusat pembangunan peradaban melalui firman Allah dalam Alqur'an :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَىٰ أُو۟لَٰئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ
"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."
Bahkan pembentukan 7 golongan yang kelak akan dilindungi oleh Allah semuanya menemukan momentum penggemblengannya dalam asuhan dan pusaran inti dari aktifitas Masjid
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
"Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Pemimpin yang adil, (2) Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, (3) Seorang yang hatinya terpaut dengan masjid, (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, (5) Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, (6) Seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan tangan kanannya, (7) Seorang yang mengingat Allah dalam kesunyian lalu meneteskan air matanya."
Bergembiralah dan tautkan diri dengan Masjid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar