Halaman

Minggu, 17 Agustus 2025

Puncak Kemerdekaan Dan Ketertundukan

Pada masa pemerintahan Amīrul Mu’minīn ‘Umar bin al-Khaṭṭāb, kaum Muslimin bergerak ke wilayah Persia. Perang Qadisiyyah sudah di ambang pintu. Rustum, panglima agung Persia, ingin mengetahui tujuan kedatangan kaum Muslimin. Ia pun mengirim utusan untuk memanggil juru bicara mereka.

Dari pasukan Islam, dipilihlah seorang sahabat sederhana bernama Rib‘ī bin ‘Āmir at-Tamīmī. Ia bukan bangsawan, bukan pula pejabat besar, melainkan seorang prajurit yang hatinya penuh dengan keimanan. Rib‘ī datang dengan pakaian sederhana, senjata yang usang, dan kuda yang biasa. Namun izzah imannya membuat langkahnya begitu tegas. Saat masuk ke tenda agung Rustum yang didesain menunduk penuh dengan permadani indah, tirai sutra, dan perhiasan emas. Rib‘ī datang dengan mendahulukan punggungnya, tidak membungkuk dan tidak pula tunduk pada gemerlap dunia. Dengan tombaknya, ia menyingkap kain permadani hingga robek, lalu duduk di lantai dengan penuh wibawa.

Rustum, terkejut dengan keberanian ini, lalu bertanya dengan nada heran namun penuh rasa ingin tahu : 

ما الذي جاء بكم إلى بلادنا ؟ 
“Apa yang membuat kalian datang ke negeri kami?”

Dengan penuh keyakinan, Rib‘ī menjawab kalimat

Sabtu, 16 Agustus 2025

Kemerdekaan Buah Kolaborasi Potensi Kehebatan Anak Bangsa Pada Area kontribusi Yang Tepat

 

Pagi 17 Agustus 1945, di sebuah rumah sederhana di Pegangsaan Timur Jakarta, Bung Karno dengan suara bergetar membacakan Proklamasi Kemerdekaan. Di balik momen bersejarah itu, ada kolaborasi banyak tokoh dengan peran yang berbeda-beda. Ahmad Soebardjo berjibaku menyiapkan teks proklamasi, Laksamana Maeda menyediakan tempat yang aman, Bung Hatta menjadi pendamping utama Bung Karno, sementara para pemuda seperti Wikana dan Chaerul Saleh mendorong agar proklamasi segera diumumkan tanpa ditunda. Semua tokoh berjuang dengan kapasitasnya masing-masing, seolah sejarah sedang menunjukkan betapa pentingnya menempatkan orang pada posisi yang tepat.

Hari Kemerdekaan selalu menjadi momen refleksi, bukan hanya tentang perjuangan merebut kemerdekaan, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola hasil kemerdekaan itu. Jika para pendiri bangsa dahulu mampu menempatkan strategi dan orang-orang terbaiknya di garis depan perjuangan, maka di era sekarang, semangat itu perlu kita terjemahkan dalam bentuk good governance—tata kelola organisasi yang sehat, efektif, dan berdaya saing.

Pesan hari kemerdekaan sejatinya mengajarkan kita akan kolaborasi potensi kehebatan masing-masing anak bangsa pada area kontribusi yang tepat. Yes... prinsip right man in the right place dalam konteks tata kelola lembaga selaras

Popular Post