Halaman

Jumat, 21 Januari 2022

Al-Amwal Abu 'Ubaid dan Kesetimbangan Perekonomian

Sejarah merupakan akumulasi perubahan dan peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu. Sejarah mampu mengungkap dan memahami beragam dialektika yang terjadi pada masanya. Jatuh bangunya sebuah pemikiran dan peradaban dengan segala faktor pendukung serta penyebabnya. Dalam arti lain sejarah menawarkan basis histori aktual yang luas untuk menatap masa depan.

Sejarah pemikiran ekonomi Islam bukanlah anti tesis dari kegagalan sistem ekonomi kapitalis, sosialis, marxisme dan sebagianya. Bahkan pemikiran ekonomi Islam lahir sebelum pemikiran sistem ekonomi yang gagal itu lahir. Sejarah pemikiran ekonomi Islam lahir seiring dengan turunnya risalah samawi yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist pada masa kenabian Muhammad SAW.

Perdagangan menempati peran yang penting dalam ajaran Islam. Terdapat banyak terminologi perniagaan dalam Al-Qur’an misalnya bai’, tijaarah, falah dan lainnya. Bahkan Rosulullah Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi seorang Nabi beliau berprofesi sebagai pedagang. Para Sahabat Rosulullah banyak dari mereka dikenal sebagai pedagang yang sangat sukses seperti Ustman bin affan, Abdur Rahman bin Auf, dan lain sebagainya. Keluarga besar Bani Muthalib sudah biasa melakukan perjalanan dagang lintas Negara dan membawa serta Muhammad yang masih belia. Aktifitas perdagangan Muhammad semakin intens tatkala berinteraksi dengan Khadijah yang kelak menjadi istrinya. Begitu pula dengan masyarakat Quraisy pada masanya, mereka melakukan perdagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Suriah pada musim panas. Suku Quraisy bahkan menjadi pelaku perdagangan internasional yang telah mencapai sejumlah wilayah penting peradaban di masanya. Misi perdagangan Quraisy telah sampai ke Bizantium di utara, Persia di timur, Ethiopia di barat, dan Yaman di selatan.

Menurut Muhammad Nejatullah al-Shiddiqi, bahwa pemikiran ekonomi Islam merupakan respon para cendikiawan muslim yang diilhami oleh Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijtihad dan pengalaman empiris mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan ekonomi pada masanya. Pemikiran cendikiawan muslim banyak tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan, perdagangan, keuntungan dan kemakmuran serta kebahagiaan dunia dan akhirat.

Salah satu pemikir ekonomi Islam tersebut adalah Abu ‘Ubaid, ia merupakan pemikir ekonomi Islam pada masa Daulah Abbasiyah. Dengan kedalaman ilmu dan pengalamannya, Abu ‘Ubaid merekam aktifitas perdagangan dan ekonomi dan dituangkan dalam bukunya yang berjudul Al-Amwal . Buku Al-Amwal inilah yang menurut banyak tokoh menginspirasi lahirnya ekonom ekonom hingga saat ini. Salah satunya yang menginspirasi Adam Smith yang terkenal dengan bukunya The Wealth of Nation.

Nama lengkap Abu ‘Ubaid adalah al-Qosim bin Sallam bin Miskin bin Zaid al-Harawi al-Baghdadi. Ia lahir tahun 150 H di kota Harrah, Khurasan, sebelah barat laut af-Ghanistan. Ayahnya keturunan Byzantium yang menjadi maula suku Azad. setelah belajar di kota kelahirannya. Pada usia 20 tahun, beliau menuntut ilmu ke berbagai kota, seperti Kufah, Basrah dan Bagdad. Ilmu-ilmu yang dipelajarinya, antara lain mencakup ilmu tata bahasa Arab, qira'at, tafsir, hadis dan fiqih. Saat tinggal di Khurasan, beliau pernah menjadi seorang Muaddib, pendidik bagi anak-nak. Salah satu yang beliau didik adalah Hartsamah bin ‘Ayun yang kelak menjadi salah satu komandan tinngi di masa kepemimpinan Ar Rasyid dan Al Ma’un. Beliau juga pernah menjadi pendidik di negeri Samurra’ untuk putra-putra Thahir bin Al Husain seorang ulama besar di Hadramaut.

Pada tahun 192 H, Tsabit ibn Nasr ibn Malik, Gubernur Thugur di masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid, mengangkatnya sebagai qadi (hakim) di Tarsus hingga tahun 210 H. setelah itu ia tinggal di Baghdad selama 10 tahun. Pada tahun 219 H, setelah berhaji, beliau menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 224 H. Beliau sangat perhatian dengan agama dalam kesehariannya. Seorang yang wara’, dermawan, berakal jernih, teliti dalam menilai, memiliki banyak keutamaan, terjaga dari aib, memiliki system pembelajaran yang bagus, unggul dalam amalan, rabbani dalam ilmunya, menguasai berbagai disiplin ilmu dalam Islam, bagus dalam periwayatan, benar dalam penukilan.

Abu ‘Ubaid dalam kitab al-Amwal, ingin menyatakan bahwa segala kebijakan yang hanya menguntungkan sekelompok masyarakat dan membebani sekelompok masyarakat yang lainya harus dihindari Negara semaksimal mungkin. Pemerintah harus mengatur harta kekayaan Negara agar dimanfaatkan demi kepentingan bersama dan mengawasi hak kepemilikan pribadi agar tidak disalah gunakan sehingga tidak mengganggu atau mengurangi manfaat bagi masyarkat umum. Ia menegaskan bahwa perintah wajib memberikan jaminan standar kehidupan yang layak bagi setiap individu adalah sebuah masyarakat muslim. Jika isi kitab al-Amwal dikaji dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid, implementasi dari prinsip-prinsip ini akan membawa kepada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Pada dasarnya, Abu ‘Ubaid memiliki pendekatan yang berimbang terhadak hak individu, publik dan Negara. Jika kepentingan individu berbenturan dengan kepentingan publik, ia akan berpihak pada kepentingan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Post