Halaman

Selasa, 15 Februari 2022

Syariat Islam Adalah Hujjah Atas Segala Madzhab

Fanatisme madzhab adalah istilah yang diberikan kepada sikap yang hanya mengakui madzhabnya sebagai landasan dalam beragama dan menolak pendapat lain walaupun didukung oleh dalil yang kuat. Fenomena fanatisme madzhab sangat nyata dan tak bisa dielakkan karena kecenderungan pengikut madzhab tertentu adalah fanatik terhadap madzhab yang diikutinya, membela mati-matian, mencari pembenaran terhadap madzhabnya, bahkan menganggap madzhabnya lah yang paling benar dan yang lain salah, dan fenomena fanatisme inilah yang bisa berpotensi memecah belah persatuan umat.

Berpedoman dengan Satu madzhab dan kemudian menolak mentah-mentah pendapat di luar madzhabnya yang jelas-jelas didukung oleh dalil-dalil yang kuat yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, di samping hal tersebut merupakan sikap yang tidak diajarkan dalam agama Islam, bertentangan dengan sunnah Rasulullah, para sahabatnya dan salafush shalih, hal tersebut juga memberikan dampak negatif yang tidak sedikit, baik bagi pelakunya maupun umat Islam secara umum.

Dalam sejarah Islam, madzhab fikih sebenarnya tidak hanya empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad Rahimahumullah) tetapi banyak mujtahid yang lainnya bahkan dari segi keilmuanpun sebenarnya tidak kurang, ada Al-Hasan Al- Bashri, Sufyan ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa’ad, Dawud Adz-Dzahiri dan masih banyak tokoh-tokoh mujtahid lainnya, akan tetapi sejarah kemudian bahwa pemahaman dan ajaran yang berkembang adalah yang disampaikan dan diajarkan oleh empat imam yang terkenal hingga sekarang, yang lembat laun dikenal sebagai madzhab yang empat (Al-Madzahibul Arba’ah). Dari realita akan banyak madzhab dalam fikih, timbul polemik baru di tengah umat Islam, mereka dihadapkan dengan dua kubu yang saling berseberangan, satu pihak mengatakan wajib bermadzhab bahkan sampai kepada fanatik madzhab tertentu, di lain pihak ada yang begitu ektrim dengan menolak madzhab, sehingga kita perlu menelaah dan memahami hukum bermadzhab, dan bagaimana cara menyikapinya, sehingga kita bisa menjawab pertanyaan : “Perlukah kita bermadzhab ? “. Karena sikap yang keliru dalam permasalahan ini dapat menimbulkan permasalahan yang baru lagi dan lebih fatal.

Dampak negatif bagi pelakunya – diakui atau tidak – akan menjadikan pendapat-pendapat madzhab yang dianutnya lebih diagungkan dari pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bagi umat Islam secara umum tidak diragukan lagi, fanatisme madzhab akan menimbulkan perpecahan umat, menimbulkan api perselisihan dan permusuhan, ukhuwah islamiyah menjadi terganggu yang ada adalah ashabiyah.

Syariat Islam lebih besar dan lebih luas dari mazhab apapun, bukan sebaliknya. Demikian pula, syariat Islam itu hujjah atas setiap mazhab, bukan sebaliknya. Karena syariat Islam itu adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Sedangkan madzhab para imam hanyalah pemahamanpara imam terhadap nash-nash tersebut dan metodologi istinbath. Tidak ada keharusan dalam bermadzhab, bagi ummat Islam yang awam atau para penentut ilmu diperintahkan untuk bertanya kepada para ahlinya (mengambil sandaran dari para Imam) terhadap hal-hal yang tidak diketahui dengan terus berusaha bersungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an dan sunnah (berittiba’). Berislam dengan Militan, tidak taashub dan tidak fanatik terhadap satu madzhab dengan tetap mengedapankan persatuan dan kesatuan ummat Islam.

Agar kita tidak terjerumus dalam lembah taashub, maka menyandarkan amaliyat kita kepada Rosulullah (ittiba') adalah yang paling utama. Ittiba’ kepada Nabi Muhammad hukumnya wajib karena Nabi Muhammad adalah orang yang wajib diikuti. Dengan demikian seorang Muslim wajib ittiba’ kepada Nabi Muhammad, mengikutinya dengan cara menempuh jalan yang Nabi tempuh dan melakukan apa yang Nabi lakukan.

Perintah Ittiba’ dalam Quran Perintah umat Islam untuk ittiba’ kepada Nabi didasarkan dari Quran dan hadist sebagaimana berikut :

  • QS. Ali lmran : 32
قُلْ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْكَـٰفِرِينَ

Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

  • QS. Al-Hujurat : 49
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُقَدِّمُوا۟ بَيْنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

  • QS. Ali lmran :31
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

  • Perintah Ittiba’ dalam Hadis Dalil Qath‘i atas wajibnya ittiba’ kepada Nabi juga didasarkan dalam Hadis.

أَمُتَهَوِّكُونَ أَنْتُمْ كَمَا تَهَوَّكَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، وَلَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِي 

“Apakah kalian adalah orang-orang yang bingung seperti bingungnya Yahudi dan Nasrani? Sungguh, aku telah membawa untuk kalian syariat yang putih dan bersih. Seandainya Musa ‘alaihissalam hidup sekarang ini, maka tidak diperkenankan baginya kecuali harus mengikutiku.” HR Ahmad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Post